SANKSI BAGI YANG TIDAK BERZAKAT
Makalah
makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Fiqh Zakat
dosen pengampu : Abdul Hamid, M.AgDisusun Oleh
Nama : JUNAIDI EFFENDI
NIM : 12631113
Kelas : Perbankan Syari’ah IV NR PRODI PERBANKAN SYARI’AH
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
CURUP
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan sejumlah hadits dan laporan para shahabat, diketahui bahwa urutan rukun Islam setelah shalat lima waktu (setelah Isra dan Mi’raj) adalah puasa (diwajibkan pada tahun 2 H) yang bersamaan dengan zakat fitrah. Baru kemudian perintah diwajibkannya zakat kekayaan. Namun demikian Yusuf Al-Qaradhawy menegaskan bahwa zakat adalah rukun Islam ketiga berdasarkan banyak hadits shahih, misalnya hadits peristiwa Jibril ketika mengajukan pertanyaan kepada Rasulullah : “Apakah itu Islam ?” Nabi menjawab :”Islam adalah mengikrarkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah RasulNya, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan naik haji bagi yang mampu melaksanakannya” (Bukhari Muslim)
Urutan ini tidak terlepas dari pentingnya kewajiban zakat (setelah shalat), dipuji orang yang melaksanakannya dan diancam orang yang meninggalkannya dengan berbagai upaya dan cara. Peringatan keras terhadap orang yang tidak membayar zakat tidak hanya berupa hukuman yang sangat pedih di akhirat (misalnya QS 9:34-35; 3:180, dan hadits shahih) juga terdapat hukuman di dunia. Hadits shahih menjelaskan bahwa :
Orang yang tidak mengeluarkan zakat akan ditimpa kelaparan dan kemarau panjang
Bila zakat bercampur dengan kekayaan lain, maka kekayaan itu akan binasa
Pembangkang zakat dapat dihukum dengan denda bahkan dapat diperangi dan dibunuh. Hal ini dilakukan oleh Abu Bakar ketika setelah Rasulullah wafat dimana banyak suku Arab yang membangkang tidak mau membayar zakat dan hanya mau mengerjakan sholat.
Pernyataan Abu Bakar : “Demi Allah, saya akan memerangi siapapun yang membeda-bedakan zakat dari shalat” Berdasarkan pembahasan diatas dapat dimengerti bahwa zakat adalah asasi sekali dalam Islam, dan dapat dikatakan bahwa orang yang mengingkari zakat itu wajib adalah kafir dan sudah keluar dari Islam (murtad).
BAB II
PEMBAHASAN
SANKSI BAGI YANG TIDAK BERZAKAT
A. PENGERTIAN
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan bentuk kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Dari segi istilah fiqh, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah yang diserahkan kepada orang-orang yang berhak.[1]
Zakat merupakan kewajiban agama yang sangat terkenal, termasuk salah satu rukun Islam yang lima. Oleh karena itu, zakat termasuk dharuriyat (perkara-perkara pasti) dalam agama Islam. Maka barangsiapa mengingkari kewajiban zakat, ia menjadi kafir dan keluar dari agama Islam. Kecuali jika orang tersebut baru masuk Islam, sehingga kebodohannya terhadap hukum-hukum Islam terma’afkan. Atau orang itu tinggal di daerah yang jauh dari ulama’.[2]
Perintah menunaikan zakat atas harta dan penghasilan yang diperoleh, mendidik ummat Islam agar menjauhi sifat mementingkan diri sendiri, dan sebaliknya mewujudkan semangat berbagi dengan orang lain. Kesadaran berzakat dipandang sebagai indicator utama ketundukan seseorang pada ajaran Islam. Perintah mendirikan shalat dalam Alqur’an tidak pernah terpisahkan dengan perintah membayar zakat. Zakat yang disebut dalam Alqur’an sejajar dengan shalat merupakan sarana komunikasi utama antara manusia dengan manusia lain dalam suatu tatanan kehidupan sosial.[3]
B. DASAR HUKUM DAN DALIL-DALIL TENTANG ANCAMAN DAN HUKUMAN TIDAK BERZAKAT
Apabila sebagian umat Islam tidak mau membayar zakat, tetapi mereka masih mengakuti zakat sebagai suatu kewajiban; atau sengaja hanya mau mengelak dari kewajiban membayar zakat dengan menyembunyikan harta bendanya, maka wajib bagi Imam (pemerintah) untuk memungut zakat mereka secara paksa, dan mengenakan hukuman ta’zir. [4]
Keadaan yang kami sebutkan tadi berlaku selama orang-orang yang wajib menunaikan zakat masih berada dalam wewenang kekuasaan sang Imam dan mentaatinya. Tetapi, apabila mereka termasuk orang-orang yang menentang Imam dan tidak mau menuruti perintahnya, maka wajib bagi Imam memerangi dan memaksa mereka agar mau membayar zakat, jika memang keadaannya memungkinkan. Sebab, zakat adalah rukun Islam dan merupakan tiang sendinya. Dengan memberikan zakat, berarti mentaati ajaran Islam; dan melalaikan zakat berarti menentang ajaran Islam. Oleh karena itu, pada masa khalifah Abu Bakar, beliau memerangi orang-orang yang tidak mau mendirikan shalat dan tidak mau menunaikan kewajiban zakat. Pada mulanya beliau mendapat hambatan dari sahabat ‘Umar. Tetapi beliau menjawab dengan kata-kata tegas yang bunyinya sebagai berikut :
والله لأقاتلن من فرق بين الصلاة والزكاة, فان الزكاة حق المال والله لو منعونة عناقا كانوا يؤدونها لرسول الله لقاتلتهم على منعها
“Demi Allah, saya akan memerangi orang yang memisahkan antara shalat dan zakat; karena sesungguhnya zakat itu adalah hak (kewajiban) pada harta benda. Demi Allah, seandainya mereka tidak memberikan (zakat) seekor unta yang biasa mereka berikan pada Rasulullah, saya akan perangi mereka”.
Mendengar jawaban Abu Bakar itu, ‘Umar RA menerima alasan beliau. Lalu ‘Umar berkata: “Demi Allah, hal itu tiada lain karena Allah telah membuka dada Abu Bakar (dalam memahami syariat Islam). Akhirnya saya menyadari bahwa memerangi mereka adalah haq”. [5]
Allah mengancam keras terhadap orang yang meninggalkan kewajiban zakat dengan firmanNya:
وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَآءَاتَاهُمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرُُّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَللهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُُ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di lehernya kelak pada hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” [Ali Imran:180].[6]
Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang dalam tafsir ayat ini: Yakni, janganlah sekali-kali orang yang bakhil menyangka, bahwa dia mengumpulkan harta itu akan bermanfaat baginya. Bahkan hal itu akan membahayakannya dalam (urusan) agamanya, dan kemungkinan juga dalam (urusan) dunianya. Kemudian Allah memberitakan tentang tempat kembali hartanya pada hari kiamat, Dia berfirman,“Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di leher mereka, kelak pada hari kiamat.” [Tafsir Ibnu Katsir, surat Ali Imran ayat 180]. Tentang makna ayat “harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di leher mereka, kelak pada hari kiamat” di atas dijelaskan oleh hadits-hadits shahih. Antara lain sebagaimana di bawah ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ مُثِّلَ لَهُ مَالُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيبَتَانِ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ يَأْخُذُ بِلِهْزِمَتَيْهِ يَعْنِي بِشِدْقَيْهِ ثُمَّ يَقُولُ أَنَا مَالُكَ أَنَا كَنْزُكَ ثُمَّ تَلَا ( لَا يَحْسِبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ ) الْآيَةَ
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa diberi harta oleh Allah, lalu dia tidak menunaikan zakatnya, pada hari kiamat hartanya dijadikan untuknya menjadi seekor ular jantan aqra’ (yang kulit kepalanya rontok karena dikepalanya terkumpul banyak racun), yang berbusa dua sudut mulutnya. Ular itu dikalungkan (di lehernya) pada hari kiamat. Ular itu memegang [1] dengan kedua sudut mulutnya, lalu ular itu berkata,’Saya adalah hartamu, saya adalah simpananmu’. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca,’Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil menyangka … Al ayat’.” [HR Bukhari no. 1403]
Pada hadits lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلَا صَاحِبِ كَنْزٍ لَا يَفْعَلُ فِيهِ حَقَّهُ إِلَّا جَاءَ كَنْزُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ يَتْبَعُهُ فَاتِحًا فَاهُ فَإِذَا أَتَاهُ فَرَّ مِنْهُ فَيُنَادِيهِ خُذْ كَنْزَكَ الَّذِي خَبَأْتَهُ فَأَنَا عَنْهُ غَنِيٌّ فَإِذَا رَأَى أَنْ لَا بُدَّ مِنْهُ سَلَكَ يَدَهُ فِي فِيهِ فَيَقْضَمُهَا قَضْمَ الْفَحْلِ
“Tidaklah pemilik harta simpanan yang tidak melakukan haknya padanya, kecuali harta simpanannya akan datang pada hari kiamat sebagai seekor ular jantan aqra’ yang akan mengikutinya dengan membuka mulutnya. Jika ular itu mendatanginya, pemilik harta simpanan itu lari darinya. Lalu ular itu memanggilnya,“Ambillah harta simpananmu yang telah engkau sembunyikan! Aku tidak membutuhkannya.” Maka ketika pemilik harta itu melihat, bahwa dia tidak dapat menghindar darinya, dia memasukkan tangannya ke dalam mulut ular tersebut. Maka ular itu memakannya sebagaimana binatang jantan memakan makanannya”. [HR Muslim no. 988][7]
Demikianlah akhir perjalanan harta simpanan yang tidak ditunaikan zakatnya. Pemiliknya menyangka, bahwa hartanya akan mengekalkannya atau bermanfaat baginya. Namun ternyata akan menjadi sarana untuk menyiksanya.
Demikian juga Allah memberitakan siksaan yang akan ditimpakan pada hari kiamat kepada orang yang tidak berzakat. FirmanNya,
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ ، يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لأَنفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنتُمْ تَكْنِزُونَ
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarnya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan.” [At Taubah:34,35].[8]
Firman Allah ini dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabda beliau:
مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحَ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ
“Tidaklah pemilik emas dan pemilik perak yang tidak menunaikan haknya (perak) darinya (yaitu zakat), kecuali jika telah terjadi hari kiamat (perak) dijadikan lempengan-lempengan di neraka, kemudian dipanaskan di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarlah dahinya, lambungnya dan punggungnya. Tiap-tiap lempengan itu dingin, dikembalikan (dipanaskan di dalam Jahannam) untuk (menyiksa)nya. (Itu dilakukan pada hari kiamat), yang satu hari ukurannya 50 ribu tahun, sehingga diputuskan (hukuman) di antara seluruh hamba. Kemudian dia akan melihat (atau: akan diperlihatkan) jalannya, kemungkinan menuju surga, dan kemungkinan menuju neraka”. [HR Muslim no. 9887, dari Abu Hurairah][9]
Memang, sesungguhnya harta merupakan ujian besar yang diberikan Allah kepada manusia. Dan manusia, ketika mendapatkan harta yang berlimpah, kebanyakan tidak lulus menghadapi ujian ini.
Allah Azza wa Jalla berfirman,
وَاعْلَمُوا أَنَّمَآ أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةُُ وَأَنَّ اللهَ عِندَهُ أَجْرُُ عَظِيمُُ
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”. [Al Anfal:28].[10]
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata,“Karena seorang hamba diuji dengan harta-bendanya dan anak-anaknya, kemudian kemungkinan kecintaannya terhadap hal itu akan membawanya mendahulukan hawa-nafsunya daripada menunaikan amanatnya. Allah memberitakan, bahwa harta dan anak-anak itu hanya sebagai cobaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala menguji para hambaNya dengan keduanya. Dan sesungguhnya keduanya sebagai pinjaman, yang akan ditunaikan kepada (Allah) Yang telah memberikannya, dan akan dikembalikan kepada Dia Yang telah meminjamkannya. Sesungguhnya di sisi Allah terdapat pahala yang besar. Jika kamu memiliki akal dan fikiran, maka utamakanlah karuniaNya yang agung daripada kenikmatan yang kecil, sementara, dan akan binasa. Maka orang yang berakal akan menimbang antara perkara-perkara dan mengutamakan perkara yang lebih pantas untuk diutamakan dan lebih berhak untuk didahulukan. [Tafsir Taisir Karimir Rahman, surat Al Anfal ayat 28].
Di antara bentuk ujian dalam harta, ialah membayar zakat, bagi orang yang telah berkewajiban membayarnya. Janganlah seseorang menyangka, bahwa harta yang melimpah akan dapat menyelamatkannya, jika dia tidak tunduk dan taat kepada Penciptanya dalam mengatur harta. Allah berfirman
وَلاَ تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ ، يَوْمَ لاَ يَنفَعُ مَالٌ وَلاَ بَنُونَ ، إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“(Nabi Ibrahim berdoa:) Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) pada hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”. [Asy Syu’ara: 87-89].[11]
Maka celakalah orang yang dilalaikan oleh hartanya dan dia mengira bahwa hartanya akan mengekalkannya.
وَيْلُُ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ ، الَّذِي جَمَعَ مَالاً وَعَدَّدَهُ ، يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ ، كَلاَّ لَيُنبَذَنَّ فيِ الْحُطَمَةِ
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta lagi menghitung-hitung. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam huthamah”. [Al Humazah:1-4][12]
Bahkan harta itu tidak akan dapat menolong sedikitpun.
وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ فَيَقُولُ يَالَيْتَنِي لَمْ أُوتَ كِتَابِيَهْ ، وَلَمْ أَدْرِ مَاحِسَابِيَهْ ، يَالَيْتَهَا كَانَتِ الْقَاضِيَةَ ، مَآأَغْنَى عَنِّي مَالِيَهْ ، هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَهْ ،
“Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitab (catatan amal)nya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini), dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai, kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu, hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaan dariku”. [Al Haqqah:25-29].[13]
Demikianlah sekitar mengenai hukuman bagi orang yang melalaikan zakat. Dalam masyarakat Islam tak ada suatu golongan pun yang mengaku dirinya sebagai golongan muslim kecuali harus menunaikan kewajiban-kewajiban yang telah dibebankan oleh agama kepada mereka. Dan salah satu di antara kewajiban-kewajiban itu ialah menjamin golongan lemah melalui zakat.
Apa yang kita saksikan sekarang banyak orang-orang yang mengaku dirinya sebagai muslim, tetapi tidak menunaikan zakat. Bahkan memeras golongan yang tidak mampu untuk melipatgandakan kekayaan dan melampiaskan hawa nafsunya. Orang-orang yang demikian, tidak ada tempat dalam masyarakat Islam.
Dalam jumlah yang tidak sedikit, orang-orang tersebut melakukan kebebasan penuh untuk melampiaskan nafsu, sehingga mereka semakin kaya yang akhirnya muncul golongan kapitalis. Golongan ini tidak pernah menunaikan kewajibannya terhadap kaum fakir miskin dan orang-orang lemah. Di samping itu, muncul pula golongan kaum lemah yang hidup serba kekurangan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Zakat adalah rukun ketiga dari rukun Islam yang lima. Zakat hukumnya wajib ‘ain (fardhu ‘ain) bagi setiap muslim apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh syari’at. Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda, trasendental dan horizontal. Oleh sebab itu zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan ummat manusia, terutama Islam.
Zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah yang diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Salah satu diantaranya yang menyebutkan tentang kewajiban zakat adalah surat At-Taubah ayat 103
syariah zakat memang sangat kental dengan dimensi sosial, yang ternyata saat ini zakat sangat dibutuhkan oleh kaum yang tidak mampu, karena himpitan ekonomi yang terjadi saat ini.
Rasulullah Saw mengecam dengan begitu kerasnya bagi orang-orang Muslim yang memiliki harta yang berlimpah ruah, namun enggan membayar zakatnya untuk membantu saudara-saudaranya yang berada dalam lilitan kesulitan. Mereka menumpuk harta hanya untuk kesenangan pribadinya. Tetapi melalaikan perintah Allah dan Rasul-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta: Pt RajaGrafindo Persada, 2006), hal 6
http://almanhaj.or.id/content/2653/slash/0/ancaman-meninggalkan-zakat/(4-2-2014)Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Bogor: Litera Antar Nusa, 2007), hal 999
http://islamiwiki.blogspot.com/2012/04/hukuman-tidak-membayar-zakat.html#.Uzw-daLMlkg(4-2-2014) [1] Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta: Pt RajaGrafindo Persada, 2006), hal 6
[2]
http://almanhaj.or.id/content/2653/slash/0/ancaman-meninggalkan-zakat/(4-2-2014)[3] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Bogor: Litera Antar Nusa, 2007), hal 999
[4]
http://islamiwiki.blogspot.com/2012/04/hukuman-tidak-membayar-zakat.html#.Uzw-daLMlkg(4-2-2014)[5] Ibid
[6] Lokcit
http://almanhaj.or.id[7] Ibid
[8] Ibid
[9] Ibid
[10] Ibid
[11] Ibid
[12] Ibid
[13] Ibid